Adaptasi, Antara Manusia dan Binatang

Dalam dunia satwa, adaptasi memegang peranan penting dalam hal survival. Hewan yang kemampuan adaptasi lingkungannya rendah, bisa dipastikan akan punah cepat atau lambat. Itu kalau dalam dunia binatang. Bagaimana jika itu bukan binatang, tapi manusia?

Manusia punya akal untuk merubah lingkungannya. Dalam kondisi lingkungan ekstrim sekalipun, manusia bisa hidup karena dianugerahi akal. Dalam kehidupan sosial, adaptasi juga memegang peranan, terutama jika kita ada di posisi bawahan. Juragan dan pembantu, maka pembantu yang dituntut untuk beradaptasi. Bos dan karyawan, dan karyawanlah yang dituntut untuk lebih beradaptasi. Tidak seperti hewan, pada manusia, yang dituntut untuk bisa beradaptasi dan berlaku fleksibel adalah bawahan. Bukan pimpinan. Semua manusia yang berada di posisi bawahan dan bermental bawahan, hidup dengan beradaptasi.

Para pemimpin, jika kita tengok, bukanlah orang yang gemar beradaptasi untuk bisa hidup di lingkungannya. Kebanyakan dari mereka justru berusaha merubah lingkungannya untuk membuat mereka nyaman berada di lingkungan tersebut. Contoh saja, Bung Karno misalnya. Apa jadinya jika Bung Karno lebih suka beradaptasi dan hidup nyaman dibawah pemerintahan Hindia Belanda? Che Guevara. Jika ia lebih suka beradaptasi, tidak ada perubahan di Amerika Selatan. Para pemikir dan saintis, jika mereka lebih suka beradaptasi dengan lingkungannya, mungkin saat ini kita masih hidup di gua atau di atas pohon.

Yang membedakan manusia dan hewan, manusia tidak bertahan hidup hanya dengan beradaptasi dan mengikuti apa yang lingkungannya inginkan. Manusia merubah lingkungannya. Manusia mampu kalau ia mau.

Di Indonesia, nampaknya terlalu banyak orang yang hidup dengan mekanisme binatang. Setiap orang yang masuk di lingkungan pemerintahan, mereka beradaptasi, menyesuaikan diri, dan jadi bagian lingkungan yang sebenarnya tidak sehat. Dalam beberapa dekade terakhir, hampir tidak ada yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin yang layak diingat. Dalam catatan sejarah, tidak ada tinta emas. Yang ada hanya log kejadian - kejadian layaknya dunia satwa. Ada yang mati, ada yang bertahan, ada yang berjuang. Semua mencoba beradaptasi di lingkungan yang seharusnya diubah. Semua mengadopsi mekanisme satwa.
Jika anda tertarik dengan artikel – artikel di blog ini, silahkan berlangganan gratis via RSS Feed, atau jika anda lebih suka berlangganan via email, anda bisa mendaftar di Sini.

3 komentar:

Seputar Jakarta said...
Kok seperti ini ya negeriku...
hadeh...
BOKEP said...
mantap brooo... lanjutkan

Post a Comment

Untuk lebih mudah berkomentar, pilih opsi Name/Url. Anda tinggal isi nama saja, plus alamat situs jika anda punya blog/website. Ayo berbagi opini.

 
poside by budityas |n|e