2

Brand dan Sales Freelance

{ , }
Brand dan sales freelance, apa hubungannya? Sedikit info teknis dalam sebuah model distribusi dan pemasaran, sales freelance memberikan andil besar dalam pemerataan produk untuk area - area yang mungkin tidak akan dijamah oleh sales resmi, bahkan yang rapat sekalipun macam indomarco. Area - area yang banyak dijelajah oleh sales freelance umumnya adalah area pedesaan, pedalaman, dimana para penduduknya lebih mudah untuk loyal pada suatu brand karena memang terkondisikan untuk tidak memiliki banyak pilihan. Saat mereka sudah puas terhadap suatu brand, relatif sulit untuk membuat mereka mencoba brand baru, kecuali brand yang biasa mereka beli tidak tersedia di warung dimana mereka biasa berbelanja. Hal sama berlaku untuk warung. Mereka relatif sulit menerima brand baru karena yang mereka beli hanya sebatas apa yang biasa diminta konsumennya. Untuk sebuah warung kecil dengan anggaran terbatas, berbelanja memang benar - benar harus selektif. Untuk produsen yang baru melempar produk baru ke pasaran, ini adalah sebuah tantangan.

Di kota saya, Karanganyar, tercatat ada hampir 10.000 warung/toko/outlet, apapun sebutannya, yang melayani hampir 1 juta penduduk. 10 ribu outlet tersebut disuply dengan beragam cara. Mulai sales dari distributor resmi, wholesaler, hingga sales freelance. Dari sekian banyak cara, saat ini, sales freelance adalah yang paling banyak. Boleh percaya boleh tidak, dalam beberapa tahun terakhir, semenjak perusahaan menerapkan model outsource, banyak veteran yang akhirnya terjun jadi sales (opsi terakhirkah?), dan banyak warung/outlet yang lebih nyaman disuplay mereka daripada harus repot kulakan sendiri.

Dalam mendistribusikan produk, sales freelance (mayoritas motoris), memiliki kriteria produk yang diprioritaskan, diantaranya :
> fast moving
> ringan/ tidak makan tempat
> produk reguler
> memiliki margin tinggi

Produk fast moving/produk habis pakai jadi tiket untuk bisa masuk ke semua warung. Ringan dan tidak makan tempat jadi pertimbangan karena daya angkut yang terbatas. Brand reguler/ sudah terkenal dan umum juga sering dibawa (meski terpaksa) sekedar untuk tdk mengecewakan pelanggan. Dan yang terakhir, margin/profit menjadi filter krusial untuk produk - produk yang dibawa.

Jika dibuat urutan, maka prioritas sales freelance jadi seperti ini :
1. Brand reguler, fast moving, ringan, plus sedang promo (margin tinggi).
2. Brand baru/penantang (kompetitor market leader), fast moving, ringan, sedang promo (margin tinggi).
3. Produk reguler, margin tinggi (seperti stationary/elektrical/semacamnya)
4. Brand fast moving reguler (non promo)
5. Produk reguler yang berat, makan tempat, margin tipis, hampir tidak pernah dibawa.
6. Seperti no 5, plus bukan brand reguler, dipastikan tidak akan didistribusikan.

Dari banyak obrolan dengan para sales freelance, ada beragam info yang cukup menarik, diantaranya :

1. Daripada membawa kopi ABC susu/mocca/brownies, sales freelance lebih suka membawa kopi nescafe tubruk yang dijual dengan harga kopi ABC. Sama - sama kopi susu dengan ampas, nescafe tubruk mampu menggantikan posisi ABC di hanger warung - warung di daerah dan laba yang didapat lebih besar.

2. Meski permintaan terhadap sabun citra cukup tinggi, tapi dengan harga jual yang dipatok 1500 (via iklan, wtf!), sales jarang membawa produk tersebut. Tidak ada sales yang mau disuruh kerja bakti. Dengan harga end user yang sama (1500), mereka lebih memilih membawa sabun Giv, brand reguler yang jelas lebih menguntungkan untuk dibawa (kemasan per karton lebih kecil, margin lebih tinggi).

3. Sales malas membawa brand lama yang terbukti kalah bersaing meski ditawarkan harga promo (yang dimaksud promo di sini adalah reseller promo, bukan end user promo). Sales bukan marketer, mereka sekedar mendistribusikan produk dan mendapat laba dari selisih harga jual dan harga beli, tidak untuk 'memasarkan' suatu brand demi raihan laba yang lebih tinggi. Daripada membawa produk yang sudah pasti lambat, lebih baik gambling dengan produk baru.

Sales freelance dominan di kanal tradisional. Mereka tangguh, berdaya jelajah tinggi, dan bekerja tanpa kenal lelah karena apa yang mereka usahakan adalah apa yang mereka dapat. Tanpa gaji. Dengan makin banyaknya jumlah mereka, strategi penetrasi brand bisa saja berubah, bagi yang tahu. Kanal tradisional adalah jalan bagi brand - brand senior untuk tetap bertahan di tengah gempuran produk - produk baru. Meski di kanal modern sudah tidak terjamah, brand senior masih saja dipajang di warung - warung pedesaan, tempat pilihan amat terbatas, dengan kemungkinan terbeli lebih besar.
5

Mengapa Orang Mau Mengeluarkan Uang?

{ }
Mengapa orang mau mengeluarkan uang? Secara individual, mungkin bisa dipilah - pilah seperti ini :

- Untuk memenuhi kebutuhan
Apa yang dimaksud kebutuhan? Anda mungkin tidak ingin membeli obat, tapi anda harus karena anda butuh itu untuk sembuh. Anda tidak ingin membeli makanan, tapi anda harus jika ingin tetap hidup. Itulah kebutuhan. Mau tidak mau, harus tetap dibeli meski sebenarnya ada yang lebih ingin kita beli. Orang yang masih menggantungkan diri pada orang lain (anak - anak misalnya), baru mengerti tentang keinginan karena orang tuanyalah yang memikirkan kebutuhan. Kalau sudah mandiri (dan sebaiknya diajarkan sejak dini), baru mereka mengerti arti kebutuhan.

- Untuk memenuhi keinginan
Keinginan itu apa sih? Kita butuh makan, kita ingin makan nasi goreng. Kita butuh hiburan, kita ingin nonton konser. Pada dasarnya, keinginan adalah opsi. Setiap kebutuhan selalu dipenuhi dengan beragam opsi dimana bisa kita pilih sesuai keinginan kita (dengan biaya yang berbeda - beda). Di atas kebutuhan ada keinginan, dan kita mungkin bersedia membayarnya sampai batas harga yang tidak membuat keinginan itu hilang dengan sendirinya. Kebutuhan bisa dicukupi, tapi keinginan itu tanpa batas.

- Untuk menghilangkan penasaran
Sebenarnya tidak butuh, tadinya tidak ingin, tapi karena penasaran, akhirnya nyoba makan daging ular juga. Setelah mencoba, keinginan yang sama mungkin tidak pernah terulang, tapi bisa juga justru jadi kebutuhan. Mengambil contoh suatu produk, bisa dibilang, setiap produk baru, dibeli (atau dicoba) karena ingin menghilangkan rasa penasaran. Jika produk berhasil, terjadi pembelian berulang atau (bahkan) menciptakan genre kebutuhan baru. Pemutih atau pewangi pakaian misalnya, sekarang jadi kebutuhan dengan opsi beragam merk. Dari data statistik (maaf lupa sumbernya), tidak lebih dari 20% produk baru bisa survive, selebihnya jadi kenangan.

Dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, kebutuhanpun jadi terus bertambah. Tadinya tidak butuh beli ban baru, sekarang jadi butuh karena punya mobil. Tadinya tidak butuh regulator LPG, sekarang jadi butuh karena hampir nggak ada lagi yang menggunakan kompor minyak. Semakin beragam ketergantungan manusia pada suatu alat/hal, makin banyak pula kebutuhan yang harus dicukupi, dan semakin banyak pula dana yang harus dikeluarkan.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana caranya agar orang mau mengeluarkan uang untuk produk/jasa yang kita berikan? Yak,.. lanjut posting mendatang aja deh...^_^
 
poside by budityas |n|e