Lebih jauh mengupas tulisan sebelumnya, bahwa branding merupakan salah satu cara monetisasi suatu situs dimana korelasi iklan menjadi penjualan tidak lagi relevan untuk menjadi landasan sukses tidaknya misi yang diemban. Branding tidak sama dengan sekedar iklan. Dalam kaitannya dengan web, branding bisa dilakukan untuk membentuk awareness atau untuk meng-image kan diri/pencitraan brand. Untuk lebih jelasnya mengenai branding web, iklan, dan pernak - pernik potensi monetisasinya, mari kita simak yang berikut :
Branding web untuk pencitraan
Branding ini punya tujuan agar citra produk tersampaikan ke masyarakat dengan cara mengasosiasikan brand dengan web yang sesuai. Sebuah perusahaan jamu yang ingin image brandnya sebagai produk yang alami tersampaikan via website, ia akan memilih web dengan materi yang serupa, misalkan saja tanaman obat, anti global warming, atau yang semacamnya dimana faktor image 'alami' terasosiasikan. Langkah lanjut baru melihat traffic dari web - web yang ditarget, mana yang trafficnya paling tinggi. Jadi, traffic ada di prioritas ke 2 setelah kecocokan materi. Web tidak difungsikan untuk berjualan atau menawarkan produk, tapi untuk pencitraan, jadi tidak ada istilah konversi dari branding menjadi penjualan karena memang tidak relevan untuk web tersebut jika ditilik dari fungsinya.
Branding web untuk awareness
Branding ini punya tujuan agar brand terpatri di benak masyarakat, atau dalam kata lain agar eksistensi produk disadari oleh masyarakat. Untuk awareness, maka traffic menjadi kriteria terpenting. Makin tinggi traffic, kemungkinan awareness yang ditimbulkan juga makin tinggi. Kesesuaian materi web menjadi nomor dua. Web yang dibranding tidak lantas dinilai secara langsung berapa penjualan yg terjadi di situ karena memang web difungsikan untuk awareness, bukan untuk berjualan.
Web untuk penawaran/iklan penjualan
Nah, kalau yang ini sudah merupakan hal umum di dunia perinternetan dimana iklan penawaran disisipkan untuk memonetisasi web/blog. Karena bukan branding, web tidak harus dibuat bernuansa produk/brand. Asalkan pengunjung tahu apa yang ditawarkan, itu sudah lebih dari cukup. Iklan penawaran bisa bermacam - macam, dari iklan baris hingga gambar - gambar, namun yang pasti, kriteria sukses atau tidaknya teramat jelas. Jumlah produk terjual.
Jika sebuah web bertrafik tinggi hanya berpatokan pada menjual iklan untuk monetisasi, ia bisa dengan mudah gugur saat dihadapkan pada kenyataan bahwa iklan yang ia tampilkan tidak banyak terkonversi menjadi penjualan karena pengunjung yang rutin datang memang bukan dalam rangka belanja. Anda bisa bayangkan, berapa banyak sih pengguna twitter yang sign in karena 'ingin mencari produk tertentu' atau ingin belanja? Saya yakin jumlahnya sangat - sangat sedikit. Web semacam twitter tidak cukup layak untuk menawarkan produk, tapi untuk branding dalam rangka peningkatan awareness, amat sangat layak.
Kembali lagi ke branding. Mengapa web yang dibranding tidak bisa dinilai keberhasilannya melalui jumlah produk terjual? Karena memang antara branding dan iklan penjualan itu tidak sama. Membandingkan keduanya seperti membandingkan tugu perempatan jalan yang dibranding dengan sebuah minimarket yang memajang iklan potongan harga suatu produk. Tugu tidak akan pernah menang dalam hal penjualan, meski begitu, biaya untuk brandingnya bisa sangat mahal.
Dengan branding, penggiat web memiliki paradigma baru terhadap webnya. Tidak lagi ibarat toko, tapi bisa pula berfungsi sebagai tugu/billboard. Mungkin dengan paradigma branding ini pula para pengiklan bisa tertarik dan mulai melirik situs - situs ramai yang kesulitan monetisasi seperti halnya twitter. Web Twitter-like bisa saja bilang, kita nggak butuh pengiklan, kita butuh "Pembranding".
Branding web untuk awareness
Branding ini punya tujuan agar brand terpatri di benak masyarakat, atau dalam kata lain agar eksistensi produk disadari oleh masyarakat. Untuk awareness, maka traffic menjadi kriteria terpenting. Makin tinggi traffic, kemungkinan awareness yang ditimbulkan juga makin tinggi. Kesesuaian materi web menjadi nomor dua. Web yang dibranding tidak lantas dinilai secara langsung berapa penjualan yg terjadi di situ karena memang web difungsikan untuk awareness, bukan untuk berjualan.
Web untuk penawaran/iklan penjualan
Nah, kalau yang ini sudah merupakan hal umum di dunia perinternetan dimana iklan penawaran disisipkan untuk memonetisasi web/blog. Karena bukan branding, web tidak harus dibuat bernuansa produk/brand. Asalkan pengunjung tahu apa yang ditawarkan, itu sudah lebih dari cukup. Iklan penawaran bisa bermacam - macam, dari iklan baris hingga gambar - gambar, namun yang pasti, kriteria sukses atau tidaknya teramat jelas. Jumlah produk terjual.
Jika sebuah web bertrafik tinggi hanya berpatokan pada menjual iklan untuk monetisasi, ia bisa dengan mudah gugur saat dihadapkan pada kenyataan bahwa iklan yang ia tampilkan tidak banyak terkonversi menjadi penjualan karena pengunjung yang rutin datang memang bukan dalam rangka belanja. Anda bisa bayangkan, berapa banyak sih pengguna twitter yang sign in karena 'ingin mencari produk tertentu' atau ingin belanja? Saya yakin jumlahnya sangat - sangat sedikit. Web semacam twitter tidak cukup layak untuk menawarkan produk, tapi untuk branding dalam rangka peningkatan awareness, amat sangat layak.
Kembali lagi ke branding. Mengapa web yang dibranding tidak bisa dinilai keberhasilannya melalui jumlah produk terjual? Karena memang antara branding dan iklan penjualan itu tidak sama. Membandingkan keduanya seperti membandingkan tugu perempatan jalan yang dibranding dengan sebuah minimarket yang memajang iklan potongan harga suatu produk. Tugu tidak akan pernah menang dalam hal penjualan, meski begitu, biaya untuk brandingnya bisa sangat mahal.
Dengan branding, penggiat web memiliki paradigma baru terhadap webnya. Tidak lagi ibarat toko, tapi bisa pula berfungsi sebagai tugu/billboard. Mungkin dengan paradigma branding ini pula para pengiklan bisa tertarik dan mulai melirik situs - situs ramai yang kesulitan monetisasi seperti halnya twitter. Web Twitter-like bisa saja bilang, kita nggak butuh pengiklan, kita butuh "Pembranding".
11 komentar:
mungkin kurangnya pengaruh yang terasa langsung oleh pengiklan terhadap dampaknya bagi penjualan mereka yang membuat para produsen kurang merasakan manfaat untuk melaksanakan branding di web. apalagi seperti yang di bilang diatas kadang untuk pembiayaannya sendiri branding ini kadang2 membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
lalu bagaimana caranya untuk menginformasikan kepada pemasang iklan pentingnya branding bagi mereka, tidak kalah pentingnya dibandingkan iklan yang bentuknya lebih membujuk untuk langsung melaksanakan pembelian?
Jika kita masuk warnet misalnya, biasanya di kasir ada minuman dingin, rokok, atau snack. Produk2 tsb cocok utk branding web. Pengguna net yg ada di box warnet bisa 'diingatkan' dan tergerak untuk minum produk tertentu, atau makan snack tertentu melalui branding yg muncul di layar monitornya. Tentu tdk sekedar pengguna warnet, pengakses internet di mana saja bisa tergerak membeli untuk menemani keasyikannya berinternet. Sekedar contoh saja.
Bagaimana cara menginformasikan? Setiap Produsen FMCG sudah tahu tentang branding dan fungsinya, yg penting kita tunjukkan saja pasar, potensi, dan biayanya jika dibandingkan branding di media lain.
Contoh mudah saja, produsen rokok bisa keluar uang 70an juta utk membranding resto dgn traffic kurang dari 1000/day. Rasa2nya dgn sepersepuluh dari itu sudah lumayan untuk web. Dgn traffic setara tentunya...
tapi bagaimana dengan perusahaan produsen kelas menengah ke bawah?
apa mereka belum perlu mellakukan branding?
bukannya awarness dan pencitraan itu kalau bisa di lakukan dari awal?
begini aja deh,
bagaimana cara seorang produsen penghasil baju home industri melakukan branding?
karna untuk urusan pencitraan dan awarness itu akan sangat2 berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk melakukan proses pengambilan keputusan pembelian.
1. Pasar/segmen konsumen yang ditarget.
2. Wilayah pemasaran.
Setelah itu, kita lihat distribusi produk kita, apakah sudah masuk ke outlet2 di area pemasaran atau belum. Iklan penawaran pada dasarnya adalah menciptakan kanal distribusi baru, jadi kalau distribusi sudah ok, iklan penawaran tidak lagi menjadi bagian terpenting. Branding menjadi lebih penting, jd saat konsumen belanja di outlet langganan mereka, mereka 'tergerak' untuk memilih produk kita yang juga tersedia di outlet tempat mereka berbelanja.
Step - step branding webnya kurang lebih sbb :
1. Memilih target web yg sesuai. Misalkan saja produk adalah busana muslim, maka lebih baik pilih web - web yg berkaitan dgn islam.
2. Setelah datanya ada, kita lihat wilayah pemasaran kita. Klo kita tidak akan berekspansi dalam waktu dekat, lebih baik memilih situs2 yang komunitasnya spesifik wilayah. Nah, jml target web jadi makin menyempit.
3. Dari yang tersisa, pilih yang trafficnya paling tinggi, call utk diajak kerjasama.
Tindak lanjut dari pencitraan ini ada di BTL/promo bellow the linenya, atau kegiatan 'kopdar' nya. Kita bisa saja ikut dan mensuport komunitas web tsb dgn gift baju atau semacamnya. Tidak terlalu mahal dibanding citra dan promo mulut ke mulut yang bisa kita dapatkan.
Saya pikir biaya branding web tdk mahal dan bisa kita pilih dgn lebih valid & spesifik. Jika dibandingkan branding rokok yang menghabiskan puluhan juta hanya untuk mengecat/branding tugu, branding web bisa dibilang jauh lebih murah dan mudah untuk ditindak lanjuti.
Sebagai tambahan saja. Jika distribusi sudah bagus, lebih baik kita branding web, tidak "menawarkan" dagangan di web. Kalau kita menawarkan, sama saja kita bikin saingan untuk outlet2 kita sendiri. Nilai tambahnya hampir tidak ada. Anda jg nggak pernah liat iklan penawaran rokok/sabun/teh botol di detik.com bukan? FMCG tidak akan masuk ke ranah web selama web hanya difungsikan untuk "menawarkan", bukan untuk branding.
Oooo....
Begitu, yak ??? ;)
terimakasih atas konsultasi gratisnya. mudah2an saya dapat melaksanakannya.
:)
spt misalnya sponsor/web ngadain kontes blog, kontes seo, kontes review produknya, sponsorin kopdar, dll
gitu ya mas budi
cmiiw :)
lalu bagaimana menilai keberhasilan/kegagalan awareness suatu web?
jah.. blogspot masi blm punya subscribe komen via mail ya..dah ngga pernah make feed reader je..fakir benwit
Branding yg hemat & bermanfaat sebenarnya mungkin juga lho, malah kayaknya blom pada kepikiran. Pakai yg gratis2 aja. Blogspot misalnya ;) Abis ni mo posting ttg itu ah.., kali aja ada yg tertarik mencoba, hehe..
Klo berhasil tdknya branding web ya tergantung tujuan pembrandingnya. Hrsnya ada titik before & afternya buat dibandingkan. Klo perusahaan gedhe sih ada AC nielson yg ngitung awarenes & tetek bengek statistiknya, jadi sukses ga nya bisa keliatan dr situ.
Kadang2 saya ngerasa aneh juga klo perusahaan kecil udah bingung mikirin brand, pdhal brand itu terbentuk, berproses, & baru terasa benar dampaknya klo perusahaan udah cukup besar, udah layak bahas (oleh ahli2 teori ituh ;) ) & udah layak dihitung scr statistik.
Klo menurut opini saya sih, perusahaan yg mo berkembang membangun brand melalui kinerja. Stlh oke n brandnya terangkat baru ke imaging brand n tetek bengek tentang brand. Perusahaan pemilik brand cap kapak, cap bango, cap elang, ato gudang garam kayaknya jg besar krn kinerja dulu, nama brandnya yg harum dipikirkan n dijaga dgn beragam cara stlh cukup besar.
Eh,..ni posting pa komen yak..?? malah ngelantur ;)
makasi
Post a Comment
Untuk lebih mudah berkomentar, pilih opsi Name/Url. Anda tinggal isi nama saja, plus alamat situs jika anda punya blog/website. Ayo berbagi opini.