Bagaimana obyektifitas dokter jika dalam memilih obat untuk pasiennya ia diiming - imingi uang/bonus untuk resep produk obat tertentu? Etiskah? Yang perlu digaris bawahi adalah, meski uang bonus itu nampaknya berasal dari perusahaan farmasi, tapi sebenarnya berasal dari orang - orang yang tengah sengsara yang sangat butuh bantuan, dan mereka bukan untuk dipalak. Memang jika ditilik dari tugasnya, obat yang diberikan oleh dokter berfungsi menyembuhkan, apapun mereknya, hanya saja, dengan sistem sekarang, biaya untuk sembuh itu menjadi mahal. Mengapa orang - orang kita banyak memilih berobat ke Singapore? Dari apa yang banyak saya dengar, biaya berobat di sana justru lebih murah dibanding di Indonesia. Artinya, pengelolaan terhadap hal yang menyangkut kesehatan bangsa kita ini payah. Harus diubah.
Jika suatu bisnis sudah terpola menjadi 'mahal', maka yang berkaitan dengan itu akan menjadi mahal pula. Bahkan mahasiswa yang berniat menjadi dokter juga biayanya paling mahal dibanding jurusan lain. Jika bukan menyangkut kemanusiaan, bisnis mahal sebenarnya wajar - wajar saja, tapi di Indonesia ini, bisnis mahal justru yang menyangkut kebutuhan primer manusia dimana manusia tidak punya pilihan selain terlibat.
Silahkan diteliti lebih lanjut tentang skema distribusi obat hingga sampai pasien. Anda akan tahu betapa sangat mahal biaya kesehatan kita. Dan itu semua seharusnya bisa dihindari melalui suatu regulasi yang lebih memihak anak bangsa. Jaring pengaman sosial untuk kesehatan warga miskin saja tidak cukup, karena sama saja mengatakan "Warga miskin tidak boleh dipalak, tapi yang menengah keatas silahkan saja dipalak banyak - banyak".
0 komentar:
Post a Comment
Untuk lebih mudah berkomentar, pilih opsi Name/Url. Anda tinggal isi nama saja, plus alamat situs jika anda punya blog/website. Ayo berbagi opini.