Tidak ada standar kualitas yang jadi acuan
Siapapun penyedia layanan akan terbentur masalah lambannya koneksi internet karena semua berlomba – lomba melakukan 'distribusi' seluas – luasnya, sebanyak – banyaknya. Teknologi menjadi alat memperdaya konsumen. Istlah 3G, HSDPA, atau apapun namanya menjadi sekedar istilah yang tidak mewakili kecepatan real yang didapat di lapangan. Masyarakat seperti dihadapkan pada penipuan atas kualitas layanan secara kolektif sehingga membuat semua hal tersebut menjadi nampak sebagai sesuatu yang wajar.
Loading yang lama membuat waktu efektif berinternet lebih pendek
Cukup banyak yang menghabiskan waktunya duduk menunggu, diam, sementara suatu page internet tersaji di depannya. Secara akumulatif, waktu tunggu ini menyita waktu efektif yang sebenarnya bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih produktif. Bagi yang memang luang waktunya sih tidak mengapa, tapi bagi orang – orang produktif yang sedang demam internet tentunya akan mengurangi waktu lain yang sebenarnya lebih bermanfaat.
Kritik sudah seharusnya disertai juga dengan solusi. Nah, berikut solusi dari poside :
Ada standar kualitas
Paling tidak, ada netmeter yang dijadikan rujukan bersama antara penyedia layanan dan konsumen untuk memantau kecepatan koneksi. Ada aturan tertentu yang dijadikan landasan bottom level kualitas koneksi sehingga provider tidak seenaknya memperbanyak pelangan tanpa memperhatikan akibatnya terhadap pelanggan lama. Jika sampai kualitas koneksi terus berada di bawah bottom level yang sudah menjadi kesepakatan provider dan pengguna, adalah hak bagi pengguna untuk mendapatkan ganti rugi atas kesepakatan yang dibuat. Saat ini koneksi adalah model upto XXX untuk menunjukkan kecepatan maksimum yang bisa dicapai. Lantas bottom levelnya berapa? Apakah nol? Ini yang tidak adil untuk konsumen. Tidak ada batas bawah sebagai acuan meneriakkan protes.
Ekspansi harus ada aturannya
Jadi merujuk ke no 1 tadi. Jika provider layanan internet semua berlomba – lomba jualan tapi lemah dalam hal berlomba – lomba memperbaiki kualitas layanan, tentunya sekali lagi, pelanggan yang dirugikan. Jika uang sudah menjadi dewa, maka tidak ada keadilan dan kerjasama mutualisme dalam waktu lama. Semua akan sekedar mengeruk uang sebanyak – banyaknya. Akibatnya akan banyak konsumen berganti – ganti provider, namun tetap berujung pada hal yang sama. Kecewa.
Indonesia memang mengalami kemajuan dalam hal distribusi layanan dan keterjangkauan terhadap layanan internet. Namun jika kemajuan ini dikomparasi dengan kemajuan yang dicapai bangsa lain, maka kita masih merangkak sementara yang lain berlari. Jika di kepala kita sudah terbentuk perbandingan : saat ini lebih baik dari sebelumnya, maka kita lupa bahwa bahwa bangsa lainpun sama, namun jauh lebih cepat. Bukan masalah internet sudah lebih baik atau tidak, tapi lebih ke : seberapa besar bertambah baik itu dari sudut pandang global? Pada kenyataannya, mengacu info dari post saya sebelumnya, internet kita masih jauh di bawah bangsa – bangsa lain di asia. Apalagi dunia.
Di saat kabar peningkatan kualitas belum ada, ini ada berita baru dari Kompas. Kita harus senang atau sedih? Kalau untuk Telkom sih pasti senang. Kan pemasukan, bukan begitu?
0 komentar:
Post a Comment
Untuk lebih mudah berkomentar, pilih opsi Name/Url. Anda tinggal isi nama saja, plus alamat situs jika anda punya blog/website. Ayo berbagi opini.